Patung Gagah Berbahan
Olahan Limbah
Catatan Ruslan Nolowijoyo
Boleh percaya atawa tidak patung Jenderal Sudirman yang
berdiri gagah di pintu masuk Desa Sungapan Kecamatan/Kabupaten Pemalang, bukan
berbahan baku semen layaknya kreasi seni patung pada umumnya. Namun patung
setinggi 5,5 meter diatas umpak setinggi 2 meter di sudut barat desa itu terbuat
dari bahan limbah styrofoam yang
biasa berserakan di sekitar tempat sampah.
Ya, limbah yang lazim disebut dengan
nama gabus itu mudah kita temukan di tempat sampah. Namun ternyata merupakan bahan
olahan utama untuk merancang bentuk sebuah patung sesuai yang diinginkan
kreatornya. Dan untuk menjadi sebuah kreasi bernilai seni gabus yang telah terkumpul
harus melewati proses pembersihan kemudian penyampuran dengan bensin sehingga
menjadi sebuah adonan layaknya tanah lempung yang pada akhirnya siap dibentuk.
Nah, kenapa mesti gabus yang harus
dilibatkan sebagai bahan utama? Jawabnya ternyata tidak sebagaimana yang kita
bayangkan. Sebab erat kaitannya dengan prinsip siempunya kreasi, dengan sederet
pertimbangan rasional termasuk pernak-pernik kepedulian yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan, teknologi tepat guna, pemahaman khalayak secara sosio kultural terhadap
sebuah kreasi inovatif yang masih terasa eksotik. Dan tak kalah pentingnya
sebuah tolok ukur terhadap keseriusan sang kreator bersama tim kerjanya yang
praktis mewujudkan sebuah ide dan gagasan indah berbekal semangat membara.
Tanpa dukungan ‘logistik’ yang berarti.
Namun yang pasti patung Jenderal
Sudirman yang diimpikan itu kini telah berdiri dan dalam proses penyelesaian.
Pada sisi depan beton umpaknya terpasang sehelai banner berlatar merah putih dengan tulisan yang menyentuh : ‘Mohon Doa Restu Sedang Dibangun Monumen
Jenderal Sudirman Oleh Pemuda Kreatif Inovatif RW I Sungapan Mohon Partisipasi
Sumbangan Anda’. Dari tulisan tersebut
tentu dapat dipetik sebuah bahan renungan, sebuah keprihatinan yang idealnya
segera berakhir dengan terpenuhinya apa yang diharapkan sang pematung beserta
tim kerjanya. Pun dapat disimpulkan bahwa mereka, para pemuda dan kreator patungnya
memang berangkat berbekal tekat, tanpa mengantungi sejumput ragat. (Bersambung)
0 Komentar
Silahkan meninggalkan pesan di bagian komentar. thanks